RSS

Category Archives: Tugas

Kumpulan tugas-tugas

Jadi Menpora, “Roy Suryo” Masuk Trending Topics Twitter

Politisi Partai Demokrat, Roy Suryo, akhirnya resmi diumumkan menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga. Pengumuman ini disampaikan langsung oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Jumat (11/1/2012).

Pengangkatan Roy Suryo sebagai Menpora ini langsung “disambut” warga Twitter dengan berbagai komentar. Ada beraneka ragam tanggapan dari para pengguna Twitter di Indonesia. Berikut beberapa di antaranya:

@JJRizal: pak RM Roy Suryo memang cocok sbg Menpora = Menteri Pewarnetan dan Oprek Rakitan

@ibnux: Roy suryo diharapkan meneruskan kerjaan AM. Yaktu korupsi wisma atlet lainnya

@bellamy: Gue sekarang tau kenapa Roy Suryo jadi Menpora. Karena rasio kumis di kabinet harus sama.

@Liputan9: Menpora Baru Roy Suryo Mulai Dalami Persoalan Persepakbolaan Indonesia Dengan Bermain PES 2013

@nenoharyani: syarat menpora selain punya kumis, ngurusin foto n video artis plus rebutan kursi d pesawat.

@rajasa Look a the bright side, at least roy suryo sekarang keluar dari dunia IT dan ga bisa gerecokin kita lagi..”

Komentar-komentar yang muncul memang kebanyakan mempertanyakan kemampuan Roy Suryo sebagai orang yang paling tanggung jawab terhadap kemajuan olahraga Indonesia.

Berdasarkan penelusuran KompasTekno pada 14.45 WIB, kicauan-kicauan yang mengomentari Menpora baru tersebut membuat “Roy Suryo” menjadi trending topic keempat teratas di Twitter.

Trending topic ini tercipta berkat kicauan-kicauan pengguna Twitter Indonesia yang mengomentari atau melakukan re-tweet berita dari situs-situs berita online yang memberitakan aksi tersebut.

 

Sumber: tekno.kompas.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Pengguna Internet di Indonesia Capai 55 Juta

Dunia teknologi dan internet berkembang sangat pesat di dunia, tak terkecuali Indonesia. Imbasnya, jumlah pengguna internet saat ini semakin besar dan bertambah terus setiap harinya.

“Dari 245 juta penduduk Indonesia, pengguna internet di Indonesia mencapai 55 juta orang,” ungkap Budi, seperti dikutip dari Antara.

Hal ini dikemukan oleh Dirjen Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPP) Kemenkominfo Budi Setiawan.

Angka 55 juta pengguna ini berdasarkan data Desember 2011, berarti saat ini tentu jumlah sudah jauh di atas angka tersebut.

Jumlah pengguna internet di Indonesia menguasai Asia sebesar 22,4 persen, setelah Jepang. Budi menyebutkan, Indonesia merupakan negara peringkat ketiga di Asia untuk jumlah pengguna internet.

Sementara itu, ujar dia, berdasarkan penelitian Nielsen, Indonesia juga masuk sebagai pengguna perangkat mobile tertinggi sebanyak 48 persen, diikuti oleh Thailand dan Singapura.

Bahkan dari segi usia, lanjutnya, semakin banyak pengguna internet merupakan anak muda.

“Mulai dari usia 15-20 tahun dan 10-14 tahun meningkat signifikan,” ujar dia.

Ia juga menambahkan, Indonesia menjadi pangsa pasar terbesar untuk teknologi informasi komunikasi (TIK), sistem operasi, gaming, dan hardware (tablet, PC, dan laptop).

Berdasarkan data Kominfo April 2012, jumlah pengguna jejaring sosial di Indonesia juga besar.

Setidaknya tercatat sebanyak 44,6 juta pengguna Facebook dan sebanyak 19,5 juta pengguna Twitter di Indonesia.

“Indonesia menjadi negara kelima terbesar pengguna Twitter di bawah Inggris dan negara besar lainnya,” ujar dia.

 

Sumber: tekno.kompas.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Mengenal LaTeX untuk Penulisan Artikel Ilmiah

Dalam dunia IT, paket Office yang berbasis WYSIWYG (What You See is What You Get) sudah menjadi standar industri dalam penggunaan di perkantoran, sekretariat, dan tata usaha. Microsoft Office, iWork, Libre Office dan Open Office adalah beberapa aplikasi standard untuk keperluan itu.

Namun, dalam scientific writing, ternyata office WYSIWYG bukanlah satu-satunya opsi dalam menulis artikel ilmiah. Tersedia juga LaTeX untuk keperluan tersebut.

Sesuai definisi di sini, LaTeX adalah bahasa markup atau sistem penyiapan dokumen untuk peranti lunak TeX. Lalu, untuk apa LaTeX ini? Apa perbedaannya dengan aplikasi Office? Mari kita simak!

Penggunaan LaTeX

Ini adalah bahasa pemrograman, bukan aplikasi WYSIWYG. Kode harus di-compile agar memproduksi dokumen. Hal ini tidak berbeda dengan bahasa lain seperti C++ dan Java.

Format yang umum digunakan adalah Portable Document Format (PDF) dan Postscript. Jika sudah familiar dengan markup language seperti HTML, maka akan sangat mudah untuk memahami LaTeX.

Contoh sederhana penggunaan LaTeX adalah seperti ini:

\begin{abstract}

\footnotesize The genomic inventory of protein domains is an important indicator of an organism’s regulatory and metabolic capabilities. Existing gene annotations, however, can be plagued by substantial ascertainment biases that make it….

\footnote{\small 4$^{th}$ German Conference on Bioinformatics 2012. Jena. September 19-22, 2012}

\end{abstract}

Penjelasannya, tag ‘\begin{abstract}’ menandakan dimulainya penulisan bagian abstrak, yang diakhiri oleh tag ‘\end{abstract}’. Sementara itu, ‘\footnotesize’ dan ‘\small’ adalah tag yang menandakan ukuran huruf dalam kalimat.

Tag ‘\footnote’ berfungsi untuk memberikan catatan kaki pada tulisan tersebut. Demikian penjelasan singkat mengenai LaTeX.

Wah, jadi LaTeX tidak berbeda dengan bahasa pemrograman lain karena harus melakukan coding? Jadinya sukar digunakan dong? Ternyata tidak demikian, karena LaTeX dapat di-compile menggunakan front end berbasis GUI. Contohnya MacTex, yang biasa digunakan pada MacOSX.

Sementara itu, MiKTeX dapat digunakan di platform Windows. Pada Linux, ada juga paket GNU TeXmacs untuk keperluan serupa. Dan jika kita sedikit saja melakukan googling, sangat banyak tersedia tutorial yang dapat membantu kita memahami LaTeX.

Template untuk artikel ilmiah, disertasi, bahkan presentasi (beamer) juga tersedia, dan kita hanya melakukan sedikit penyesuaian sebelum di-compile. LaTeX juga didukung oleh komunitas yang kuat di berbagai milis, yang selalu siap membantu siapapun yang tertarik.

Reference Manager LaTeX

Nah, bagi yang terbiasa menggunakan aplikasi Office, kemungkinan pernah menggunakan Reference Manager (RefMan) seperti EndNote. Secara default, RefMan untuk LaTeX harus di-coding, dan di-compile juga, sama seperti dokumen utama.

BibTex adalah format standard untuk sitasi referensi dalam LaTex. Namun, kita tidak perlu khawatir untuk mengatur kode perintah, sebab sudah disediakan RefMan yang dapat membantu pekerjaan kita.

Beberapa RefMan yang umum digunakan untuk aplikasi Office, seperti Mendeley Desktop dan lainnya, dapat mengeksport citation ke dalam format BibTex. RefMan yang digunakan oleh penulis adalah JabRef, yang merupakan program Java, yang multiplatform.

JabRef memiliki fitur automatic citation, yang memungkinkan kita melakukan pencarian otomatis terhadap sitasi di database PubMed/Medline. Sehingga, sitasi dapat secara otomatis disimpan dalam format BibTex. Rasanya, dengan banyaknya opsi untuk RefMan, seharusnya sitasi dapat diatur dengan mudah, sesuai dengan selera kita.

LaTeX & Rumus Matematika

Nah, di poin inilah, menurut banyak pendapat, keunggulan LaTeX terlihat nyata dibandingkan aplikasi Office. Walaupun aplikasi Office juga memiliki Equation Editor, banyak yang berpendapat bahwa bagaimanapun LaTeX lebih superior untuk menangani rumus matematika.

Namun terlepas perdebatan mengenai superioritas masing-masing package, harus ditekankan bahwa Office dan LaTeX tidak seyogyanya dibandingkan secara apple to apple.

Dalam bidang studi yang tidak memerlukan banyak penggunaan rumus matematika, mungkin aplikasi Office sudah cukup untuk membantu. Sementara, jika bidang studi kita bersinggungan dengan sains dan teknologi, terutama hard core computation, Fisika dan Matematika Teoritis, rasanya LaTeX yang dapat lebih banyak berperan di sini.

Lalu bagaimana membuat rumus dalam LaTeX? Caranya tidak lebih sama dengan yang disebut di atas, yaitu menggunakan tag dan simbol yang kemudian di-compile. Namun, apakah sukar menulis rumus di LaTeX? Ternyata tidak demikian, karena front end GUI juga tersedia untuk penulisan rumus matematika.

Di MacOSX, untuk keperluan itu, tersedia LaTeXiT. Bahkan wikipedia menyediakan daftar lengkap mengenai rumus matematika LaTeX yang umum digunakan di sini. Tutorial dan Template rumus juga sangat banyak tersedia di web.

LaTeX Bukan untuk Menggusur Office

Sebenarnya, Office dan LaTeX tidak bersaing dalam pasar yang sama. Kedua package tersebut memiliki niche sendiri, walau tentu saja, Office memiliki niche yang jauh lebih besar.

Submission artikel ke jurnal ilmiah umumnya juga diberikan opsi dalam format PDF. Tentu saja hal ini sangat welcome jika di-compile dengan LaTeX, selama kita juga menyediakan source code dan file gambar kepada penerbit.

Selain submission ke jurnal ilmiah, menulis skripsi/tesis/disertasi juga merupakan hal yang lumrah dilakukan dengan LaTeX.

Penulis sendiri pernah menulis tugas akhir dan publikasi ilmiah dengan Office dan LaTeX, dan menemukan bahwa kedua package tersebut memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing.

Namun selama skill programming bukan masalah, LaTeX juga dapat dinikmati kemudahannya, seperti juga Office. Walaupun demikian, tidak ada masalah mana yang user lebih sukai.

Dalam konteks akademis, pemilihan penggunaan Office dan LaTeX adalah murni adalah kebijakan dari Peer Group riset yang bersangkutan. Oleh karena itu, hal ini bisa berbeda antara satu institusi, dengan yang lain, dan tidak bisa digeneralisir.

Sementara itu, di dunia bisnis/korporasi, tentu saja paket Microsoft Office merupakan standard de facto untuk aplikasi produktifitas.

Adapun jika pada akhirnya terpaksa juga Office dan LaTeX dibandingkan secara apple to apple, user akan untung juga. Aplikasi Office, seperti Libre, Neo dan Open Office, adalah aplikasi Open Source, sementara jelas LaTeX adalah Open Source.

Pada akhirnya, ‘benchmarking’ antara LaTeX dan Office, jika diletakkan dalam kacamata Open Source, selalu akan menguntungkan komunitas yang menggunakannya.

 

Sumber: inet.detik.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Menggagas Program Audit Media Sosial

Berawal dari memberikan training IT Audit selama dua tahun terakhir dan percakapan dengan seorang rekan, Janet Fouts ‘Social Media Coach’, muncul keinginan untuk mengangkat tulisan bertema audit dalam ranah media sosial.

Bergerak ke tatanan berikutnya, sesudah menggunakan media ini sekian lama, mengawasi dan melakukan analisis, layer berikutnya adalah melaksanakan program audit. Urgensi, apa saja yang perlu diperiksa, waktu dan metodenya menjadi fokus tulisan kali ini.

Sejatinya, ranah media sosial sudah diakomodasi oleh ISACA (Information Systems Audits and Control Association) menjadi salah satu elemen untuk diaudit oleh Auditor Sistem Informasi (SI) maupun Teknologi Informasi (TI) sejak dua tahun lalu.

Asosiasi ini menaungi 95,000 Auditor SI dan Assurance professional di 160 negara di seluruh dunia.

Selain berbagai manfaat yang ditawarkan, kita, terutama kalangan information risk professional sadar bahwa ada resiko terkait atas penggunaannya. Terkuaknya rahasia dapur perusahaan, penyalahgunaan akun, berkurangnya kredibilitas bahkan buruknya reputasi institusi tertentu merupakan beberapa contoh di antaranya.

Berawal dari memberikan training IT Audit selama dua tahun terakhir dan percakapan dengan seorang rekan, Janet Fouts ‘Social Media Coach’, muncul keinginan untuk mengangkat tulisan bertema audit dalam ranah media sosial.

Bergerak ke tatanan berikutnya, sesudah menggunakan media ini sekian lama, mengawasi dan melakukan analisis, layer berikutnya adalah melaksanakan program audit. Urgensi, apa saja yang perlu diperiksa, waktu dan metodenya menjadi fokus tulisan kali ini.

Sejatinya, ranah media sosial sudah diakomodasi oleh ISACA (Information Systems Audits and Control Association) menjadi salah satu elemen untuk diaudit oleh Auditor Sistem Informasi (SI) maupun Teknologi Informasi (TI) sejak dua tahun lalu.

Asosiasi ini menaungi 95,000 Auditor SI dan Assurance professional di 160 negara di seluruh dunia.

Selain berbagai manfaat yang ditawarkan, kita, terutama kalangan information risk professional sadar bahwa ada resiko terkait atas penggunaannya. Terkuaknya rahasia dapur perusahaan, penyalahgunaan akun, berkurangnya kredibilitas bahkan buruknya reputasi institusi tertentu merupakan beberapa contoh di antaranya.

Jika korporasi ingin memberdayakan media sosial sebagai bagian dari strategi bisnisnya, pendekatan strategis dan lintas fungsional terhadap resiko, dampak, mitigasi, tata kelola dan parameter kontrol, menjadi sebuah keharusan.

‘Social Media Audit/Assurance Program’ bertujuan memberikan hasil assessment tentang efektivitas kontrol atas kebijakan maupun proses media sosial di suatu perusahaan kepada pihak manajemen.

Fungsi tata kelola, kebijakan, prosedur, pelatihan, maupun awareness terkait media ini menjadi fokus aktivitas audit. Singkatnya, strategi dan tata kelola (termasuk kebijakan, kerangka dan monitoring), sumber daya manusia, proses, dan teknologi menjadi empat faktor terpenting.

Assurance program dapat dikelompokkan di domain ‘Plan and Organize’ pada framework COBIT dimana audit berfokus pada efektivitas operasional beserta cara mengawasinya serta efektivitas strategi dalam organisasi.

Dari sekian banyak pendekatan dan framework program audit, mari kita melihat benang merah dari aktivitas, timeframe dan metodenya.

Langkah pertama: menganalisa kinerja organisasi dan kapasitasnya. Dalam tahapan ini, kita mencoba mengidentifikasi praktek komunikasi media sosial yang nantinya dijalankan perusahaan dan tergabung dalam empat domain besar: strategi, implementasi, integrasi dan support.

Dalam setiap domain, ada beberapa kriteria atau standar tertentu yang kita tentukan bersama dan harus dipenuhi. Tentunya, kriteria ini perlu disepakati dan disetujui antar pihak terkait.

Pada awal implementasi, praktek yang berlaku umum, bahwa standar tidaklah terlalu tinggi. Namun di tahun selanjutnya, parameter bisa disesuaikan dengan kebijakan perusahaan.

Mengidentifikasi tingkat kematangan (maturity level) perusahaan menggunakan media sosial merupakan tahapan selanjutnya.

Agar hasil assessment lebih terukur, maka kita bisa mengidentifikasi tahapan-tahapan apa saja di dalam maturity level untuk selanjutnya mengelompokkan apa yang dilakukan saat ini — terkait dengan komunikasi di media sosial — sudah berada di tahapan yang mana.

Angka terendah (satu) untuk ‘unorganized’ – tidak terkoordinasi, tidak adanya SDM; dua, ‘planned’ — terencana dengan baik, wewenang dan tanggung jawab jelas; tiga, ‘institutionalized’ — terkoordinasi sangat rapih, memiliki best practice; empat, ‘evaluated’, kinerja terukur, aktivitas diawasi ketat; lima, ‘optimized’, perbaikan berkelanjutan, berkesinambungan.

Membuat profil ‘kinerja dan kapasitas’. Dikenal sebagai Matriks Audit Media Sosial, profil ini menggabungkan output langkah pertama (standar/kriteria) dengan tingkat kematangan di langkah kedua.

Sebagaimana praktek audit pada umumnya, perusahaan tinggal memilih antara auditor internal atau eksternal. Then how will they cope? Obyektivitas, kredibilitas, waktu, ketersediaan merupakan manfaat penggunaan jasa auditor eksternal, selain informasi dan pengalaman atas praktek serupa di industri sejenis maupun berbeda yang dapat mereka share kepada kita.

So, what next? Mensosialisasikan audit matriks kepada pihak, baik berkepentingan maupun terkait, dalam perusahaan, termasuk didalamnya jadwal audit dan metode audit yang akan digunakan.

Berbicara mengenai metode, selain wawancara, kuesioner, observasi, partisipasi, dan Focus Group Discussion, communication analysis (efektivitas dan efisiensi komunikasi) dan pattern analysis (pola komunikasi di dalam perusahaan atau dengan pihak luar) acapkali digunakan.

Tidak ada metode terbaik. Pemilihannya disesuaikan dengan waktu, biaya serta hasil yang ingin diperoleh.

Berdasarkan matriks audit tersebut, kita bisa menyusun action plan. Prioritas utama adalah area mana saja perlu dipertahankan, diperbaiki, maupun ditingkatkan.

Langkah berikutnya, menyusun skala prioritas dari ketiga area di atas dan sesudahnya menjabarkan aktivitas apa yang perlu dilakukan untuk mencapainya di setiap area beserta penanggung jawab dan tenggat waktu seluruh aktivitas yang akan dilaksanakan.

Agar berkesinambungan, hasil audit harus dikomunikasikan kepada penanggung jawab media sosial, divisi pemasaran perusahaan serta manajemen (jika dirasa perlu).

Tidak hanya itu, action plan juga harus dimonitor dan dilaporkan secara berkala, item mana saja yang sudah dieksekusi, mana yang belum (disesuaikan dengan jadwal yang disusun).

Jika terjadi keterlambatan implementasi, maka perlu akselerasi dan sebagainya. Dilakukannya audit setahun sekali merupakan langkah ideal, karena apabila terlalu intens tentunya akan ‘membebani’ auditee.

Selamat mencoba!

 

Sumber: inet.detik.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Jualan di Jejaring Sosial Berbasis Gambar

Sejak zaman prasejarah, manusia telah memakai gambar untuk mengkomunikasikan pesan dan merekam berbagai peristiwa. Goa-goa kuno didekorasi dengan penggambaran tentang aktivitas berburu, seperti lukisan tangan dan binatang di Maros, Sulawesi Selatan, dan Gua Sangkulirang di Kalimantan.

Faktanya, lebih dari 40 ribu tahun setelah lukisan gua tertua diciptakan, alih-alih ditinggalkan, gambar dan kemampuannya untuk menyampaikan pesan yang kompleks, sebenarnya justru sedang bangkit sebagai metode dasar komunikasi dalam dunia, meski masih multibahasa.

Tak mengejutkan bahwa gambar sekali lagi digunakan sebagai alat berkomunikasi, dan secara signifikan, membangun komunitas di dunia yang semakin tergantung pada jaringan sosial.

Tak seperti bahasa tulisan, jejaring sosial atau gambar, tak terbatas pada batas-batas geografis. Ini berarti bahwa komunitas bisa berkomunikasi lintas batas, membentuk relasi, dan melakukan kontak yang berdasarkan kesukaan dan minat yang dishare, yang sebelumnya tidak mungkin bila hanya mengandalkan bahasa.

Kemampuan sharing ide, mengatur susunan gambar, lantas merekomendasikannya pada skala yang jauh lebih besar daripada sebelumnya, telah menghasilkan peluang bisnis yang menarik.

Industri periklanan dan pemasaran, yang tahu betul dampak positif sebuah gambar pada saluran tradisional, sekarang sedang mengeksploitasi popularitas aktivitas share gambar melalui jejaring sosial. Berkomunikasi melalui gambar juga melahirkan peluang bagi industri ritel, khususnya e-commerce, untuk menembus pasar yang baru.

Fenomena Pinterest

Jejaring sosial berbasis gambar memungkinkan pengguna mendapatkan pendekatan industri ritel yang lebih kolaboratif — belanja di jejaring sosial, membandingkan trend dan ide, serta menanyakan pendapat — dan ini adalah komunitas di mana perempuan adalah pengadopsi awalnya.

Konsumen memakai ‘Like’ di Pinterest untuk bernavigasi, mengatur, dan memandu pengguna memilih di antara pilihan produk-produk online yang jumlahnya terus bertambah.

Faktanya, tak seperti pengadopsian teknologi tradisional, jejaring sosial berbasis gambar cenderung didominasi oleh pengadopsi awal perempuan — 97 persen fan Facebook-nya Pinterest global adalah perempuan.

Di Indonesia, berdasarkan data Ipsos bulan Maret 2012, saat ini 83 persen pengguna internet mengakses jejaring sosial, dan minat pada Pinterest meningkat secara khusus dalam dua tahun terakhir. Saat ini, total orang Indonesia yang menggunakan Pinterest mencapai 0,7 persen dari total 22,3 juta pengguna Pinterest global.

Indonesia dinilai sebagai pasar yang menjanjikan bagi Pinterest, yang telah disuntikkan modal USD 100 juta oleh Rakuten pada pertengahan tahun ini. Indonesia dipandang sebagai negara sosial media dan dengan gambar, Pinterest dapat membawa informasi secara lebih cepat dan lebih efisien ketimbang pesan teks.

Sangat signifikan bagi peritel dan pemilik toko online, bahwa audiens Pinterest mencurahkan perhatian yang sama besarnya antara berbelanja dan melihat gambar: sebanyak 80% dari 15 kategori teratas di situs itu terkait dengan e-commerce, dan bila dibandingkan dengan jejaring sosial lainnya, Pinner – sebagaimana pengguna Pinterest akrab disebut – cenderung lebih royal membelanjakan duitnya.

Nilai pesanan barang rata-rata di Pinterest sejauh ini adalah yang tertinggi dibandingkan semua trafik belanja berbasis jejaring sosial lainnya.

Berdasarkan data yang direkam antara Januari dan Agustus tahun ini di Amerika Serikat, pengguna Pinterest rata-rata membelanjakan USD 179,36 per pesanan, yang nilainya 160% lebih besar dibandingkan Twitter (USD 68,78), dan hampir dua kali pengguna Facebook (USD 80,22).

Sebagai tambahan, Bizrate mencatat bahwa 32% pebelanja online berbelanja berdasarkan apa yang mereka lihat di Pinterest atau situs berbagi gambar lainnya.

Semua ini semakin membuktikan bahwa jejaring sosial berbagi gambar menawarkan bagi industri ritel peluang sempurna untuk berhubungan langsung dengan audiens, yang terbukti bernilai tinggi.

Pentingnya Pencarian

Sebelumnya, peritel kecil atau yang baru harus berjuang keras untuk mendapatkan perhatian konsumen, dibandingkan merek besar atau yang sudah terkenal.

Di sisi lain, meskipun fakta bahwa rata-rata konsumen yang terkoneksi ke dunia maya bisa mengakses seluruh dunia ritel online, mereka masih akan menemukan diri mereka berbelanja di SOGO, Golden Truly, Matahari, dan sebagainya.

Tapi penemuan jejaring sosial telah membuka lahirnya peluang bagi brand yang kurang terkenal untuk ikut disoroti oleh khalayak online. Meski search engine bisa memberikan cara tercepat dan termudah bagi pebelanja untuk membeli produk yang sudah diincar, situs seperti Rakuten.co.id justru memberikan pengalaman ‘belanja mencari’ seperti di pasar, department store atau bazaar.

Zaman baru e-commerce ini adalah tentang berbelanja yang amat menghibur dan ini menggambarkan peluang signifikan bagi peritel online.

Maksimalisasi Peluang

Ada peluang dengan pertumbuhan pebelanja dan nilai transaksi e-commerce di Indonesia, di mana menurut studi dari Sekolah Ekonomi Harvard, rata-rata pebelanja online Indonesia menghabiskan USD 256 per tahun.

Studi yang sama juga mendapati bahwa populasi pebelanja online mencapai 5%- % dari total 55 juta pengguna internet Indonesia, atau setara dengan 2,8 juta sampai 4,4 juta pengguna.

Memaksimalkan peluang adalah soal mendapatkan gaya komunikasi yang benar: Pinterest dan jejaring sosial yang serupa tidak memiliki platform yang spesifik bagi brand, yang artinya gaya profilnya lebih personal dan kurang menyerupai bisnis.

Berikut adalah langkah-langkah praktis yang bisa diikuti jika ingin sukses:

-. Format Board menyokong pengaturan gambar dan pengguna harus memiliki sensasi desain estetika, jadi kuncinya adalah kreativitas.

Pengguna akan mem-follow Board yang tak hanya berbagi interest, tapi juga bagaimana penampilannya — gambar yang dipotret dengan baik dan menarik akan menarik mata serta follower. Merchant harus memastikan mereka memaksimalisasi peluang estetika itu untuk mendorong datangnya audiens yang banyak.

-. Dibandingkan dengan jejaring lain, pengguna Pinterest kelihatannya lebih memilih untuk menambah informasi tentang gambar.

Riset terkini menunjukkan bahwa gambar produk dengan label harga menerima lebih banyak ‘Likes’ daripada yang tidak – 1,1 ‘Likes’ per gambar tanpa tag harga dibandingkan dengan 1,5 ‘Likes’ atau terjadi peningkatan 36 persen kalau disertai tag harga.

Ini medium yang sempurna bagi peritel kecil yang mencari etalase depan yang baru atau menambahkan yang ada, sehingga peritel tak perlu malu memasukkan detil seperti itu.

-. Sebagai tambahan, peritel harus memastikan bahwa mereka ‘mejeng’ di kategori yang tepat. Kelompok kategori yang populer seperti perhiasan, aksesoris, dan barang-barang mewah, juga bunga, hadiah, dan kartu ucapan selamat.

Tapi sebetulnya pilihannya tak terbatas. Yang penting adalah memastikan bahwa Board mereka terlihat di kategori yang tepat, bahkan kalau memungkinkan berada di kategori yang populer. Ini akan memastikan produk dilihat oleh audiens yang tepat pula.

-. Hal terakhir, tapi tak kurang pentingnya, peritel mesti memelihara perspektif yang sehat. Soalnya, jejaring berbasis gambar ini amat dipercaya dan dijalankan oleh konsumen, utamanya karena mereka tidak dikendalikan atau didominasi oleh brand tertentu.

Merchant harus tetap sensitif pada elemen komunitas dan lebih melibatkan diri secara signifikan ketimbang sekadar mem-pin beberapa gambar.

Mem-pin ulang gambar orang lain, sebagaimana juga memberi Like, atau berinteraksi dengan gambar dan Board yang lain, akan memberikan konteks pada Board milik merchant itu dan melibatkannya dalam komunitas yang lebih luas, dan pada akhirnya meningkatkan popularitasnya.

Ritel dengan Gambar Sempurna

Tahun-tahun belakangan ini e-commerce secara global telah didominasi sebuah model bisnis yang tak seluruhnya men-support merchant dan peritel. Kebanyakan platform atau jejaring commerce saat ini berusaha jadi yang terdepan soal relasi konsumen dan yang lain melangkah lebih jauh dengan melakukan penawaran yang bertentangan dengan merchant rekanannya sendiri.

Ini membuang peluang bagi pemain kecil dan menghasilkan lingkungan belanja online yang lebih impersonal dan tak berwajah, ketimbang toko tradisional. Sebuah pengalaman yang tak menguntungkan konsumen dan merchant.

Popularitas jejaring sosial berbasis gambar diciptakan untuk mengubah itu semua, dengan memungkinkan pencarian, komunikasi, dan koneksi, memberikan konsumen cara lain untuk mendapatkan barang-barang yang ingin mereka beli dan peluang bagi merchant untuk membangun relasi yang nyata dan berarti dengan konsumennya tanpa adanya dominasi pemain besar.

Dengan bekerja lebih dekat bersama rekanan yang sama-sama memiliki visi menghibur seperti itu, serta memakai model pencarian sebagai langkah awal sebelum memutuskan untuk membeli, peritel online bisa membuat koneksi yang lebih baik dengan konsumen berdasarkan produk yang lebih spesifik.

Sehingga pada akhirnya melahirkan hubungan yang kuat, dimana tiap individu menjadi kurator menurut keinginannya sendiri. Lalu si individu akan mempengaruhi jejaringnya sendiri yang akhirnya akan menguntungkan merchant.

Kesimpulan

Pada suatu lingkungan yang mana banyak konsumen merasa terlalu didekati secara berlebihan oleh brand, bangkitnya gambar sebagai alat berkomunikasi telah menyediakan brand cara lain yang lebih interaktif untuk berkomunikasi dengan konsumen.

Nilai potensialnya adalah bahwa gambar yang teratur dengan baik bisa mendorong bisnis, baik dari segi makin dikenalnya brand atau sudut pandang komersial lainnya.

Maka benarlah kata-kata Napoleon Bonaparte, sebuah gambar lebih bernilai dari ribuan kata.

*) Penulis, Ryota Inaba merupakan Presiden Direktur dan CEO Rakuten.

 

Sumber: inet.detik.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Bersosial Media Saat Bekerja di Era BYOD

Menjelang akhir tahun 2012 ini, terlihat bahwa jumlah pekerja di Indonesia dengan berbagai rentang umur semakin meningkat dalam satu dekade terakhir.

Saat ini keberagaman dan perbedaan tenaga kerja berdasarkan umur dibagi menjadi empat generasi. Mulai dari generasi Builders (lahir sebelum tahun 1945), generasi Baby Boomers (lahir antara tahun 1945-1964), generasi X (lahir antara tahun 1965-1979) dan generasi Y (lahir antara tahun 1980-1993).

Menurut Badan Pusat Statistik di Indonesia (2010), jumlah populasi penduduk Indonesia dari generasi Y (19-30 tahun) berjumlah 60 juta orang, generasi X ada sekitar 65 juta orang dan generasi Baby Boomers mencapai angka 20 juta orang.

Situasi kerja dengan tenaga kerja yang lintas generasi juga telah menghasilkan tren seperti Bring-Your-Own-Device (BYOD) dan komputasi sosial media di tempat kerja, hal ini banyak didorong oleh generasi Y yang dikenal sebagai IT-savvy.

Sebagai kelompok yang sedang berkembang, ketika generasi Y bergabung dengan dunia kerja, kita bisa berharap akan kelahiran tren-tren baru. Penelitian oleh IDC menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2012 ini, 40% pekerja di Asia Pacific diperkirakan bekerja secara mobile.

Dengan demikian perusahaan tidak akan memiliki pilihan lain kecuali merangkul perubahan dalam perilaku karyawan yang mengadopsi tren tersebut sembari memastikan akses dan informasi bisnis perusahaan tetap aman.

Sebagai sebuah negara besar yang terdiri dari 17.508 pulau, 33 provinsi, dan 245 juta jiwa (pada 2011), Indonesia memiliki jumlah tertinggi sebagai pengguna internet di Asia Tenggara. Penggunaan internet telah mencapai 55 juta (IDC, 2011) dengan penetrasi tinggi pada mobile internet melalui ponsel dan tablet.

Indonesia adalah salah satu negara yang menggunakan sosial media tertinggi di dunia dengan 51 juta pengguna Facebook dan 21 juta pengguna Twitter.

Salingsilang.com, sebuah perusahaan riset digital Indonesia memperkirakan bahwa Indonesia dapat mencapai 100 juta pengguna untuk media sosial pada 2014 mendatang.

Angka itu akhirnya menunjukkan pada peningkatan mobilitas dan penggunaan social media yang tinggi di tempat bekerja, ini memungkinkan karyawan untuk bekerja dari jarak jauh. Meski banyak perusahaan, terutama pemimpin di level tertinggi merasa perlu untuk mengukur kembali penggunaan social media di tempat bekerja.

Menurut survei 2012 yang telah dilakukan oleh Kelly Global, tenaga kerja Index (KGWI) di Indonesia, 47 persen generasi-Y (Usia 19-30) menerima penggunaan sosial media untuk bekerja di tempat kerja, dibandingkan dengan 41 persen dari generasi X (umur 31-48) dan 33 persen dari generasi Baby Boomers.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa generasi Baby Boomers, terlihat memiliki banyak pengalaman, punya waktu untuk membangun hubungan yang akrab dengan pelanggan, dan signifikansi manajemen kehadirandan kemampuan kepemimpinan.

Mereka juga sangat stabil dalam gaya kerja dan cenderung tetap saja fokus bekerja meskipun terjadi perubahan eksternal atau tekanan. Pekerja generasi Y, di sisi lain, memiliki stereotip yang sangat agresif, energik dan antusias, dan mobile dengan akses sosial media mereka.

Sedangkan kualitas kepemimpinan dan pemikiran tunggal generasi Baby Boomers memiliki karakteristik yang dapat membantu perusahaan mencapai tujuan bisnis. Antusiasme Generasi Y dan kemampuan untuk bereaksi dengan cepat dapat melengkapi atribut ini.

Kenyataannya adalah bahwa ada banyak perubahan pada hari ini, kelincahan, fleksibilitas dan responsif penyelamat kualitas bahwa generasi Y dapat mewujudkan dan mengaktifkan bisnis untuk tetap menyesuaikan perubahan ini dan sesuai.

Karenanya akankah Anda dilarang bersosial media saat bekerja. Perusahaan tidak cukup hanya membuat peraturan namun yang penting adalah bagaimana perusahaan dapat melatih dan memfasilitasi karyawan untuk menggunakan sosial media dengan cerdas.

Yang paling utama adalah bahwa Anda sebagai karyawan harus bisa membedakan mana yang harus diposting dan mana yang tidak perlu, terutama tentang bisnis perusahaan. Namun, sama pentingnya ialah peraturan yang berkaitan dalam interaksi ini.

Kelompok manajemen perlu mendidik karyawan pada penggunaan yang tepat dari perangkat mobile dan social media di tempat dia bekerja. Tugas praktisi HR di perusahaan tidak hanya membincangkan polemik sosial media di kantornya saja, namun mereka harus bisa mendorong karyawan sehingga kegiatan mereka di social media lebih efektif dan bermakna bagi perusahaan.

Keragaman tenaga kerja dapat menyajikan beberapa tantangan HR saat ini. Tetapi dengan strategi yang tepat, kebijakan, dan alat-alat di tempat, organisasi dapat melihat inovasi yang lebih hebat.

Termasuk peningkatan produktivitas yang dihasilkan dari berbagai keahlian dan karakteristik dari kelompok generasi yang berbeda tersebut. Semua itu pada akhirnya akan mengarah ke pengembangan bakat dan sukses bisnis secara keseluruhan.

*) Penulis, John Hansen adalah anggota Institut sumber daya manusia Australia, memegang gelar MBA (SDM), dan Master pengembangan organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Saat ini, ia juga menjabat sebagai Senior Director for HCM Product Management and Strategy– APAC, Applications Development, Oracle Corporation.

 

Sumber: inet.detik.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Indonesia, Negeri yang Amat Social

Bila mendengar kata ‘sosial’ atau ‘social‘ dalam bahasa Inggris, generasi orang tua kita mungkin masih mengaitkannya dengan kegiatan amal (misi sosial) atau salah satu bidang ilmu yang berkaitan dengan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dan lingkungan di sekitarnya (ilmu sosial/sosiologi).

Belakangan ini, kata social semakin beralih makna. Generasi saat ini mendengar kata social mungkin akan langsung mengasosiasikan kata tersebut dengan kegiatan yang berhubungan dengan social media.

Misalnya saja ada istilah ‘Social Business‘ yang bergeser maknanya dari sesuatu yang maknanya dekat pada kegiatan amal dan merupakan istilah yang dipopulerkan pemenang hadiah Nobel Muhammad Yunus, belakangan ini lebih populer sebagai jargon yang digunakan para penjual tools pendukung bisnis yang mengadopsi social media di dalamnya.

Kemudian bila kita mendengar pertanyaan seperti seberapa ‘social‘ bos Anda, atau seberapa ‘social‘ organisasi Anda, maka saya berasumsi Anda tidak lagi membaca itu sebagai ‘seberapa suka beramalkah bos/organisasi Anda?’ tetapi secara otomatis Anda akan mengaitkan pertanyaan itu dengan kegiatan di social media.

Demikian pula yang saya harapkan ketika Anda membaca judul artikel ini. Dalam konteks ini, jelas Indonesia adalah negeri yang amat social.

Baru-baru ini majalah Forbes mengejutkan dunia dengan tulisan bahwa kota teraktif di Twitter sedunia adalah Jakarta. Menyusul beberapa urutan di bawah Jakarta, adalah Bandung. Ini adalah konfirmasi terbaru tentang betapa ‘social‘ negeri kita.

Saya tidak ingin membuat Anda bosan dengan data-data konfirmasi lainnya, tetapi di awal tahun ini, mari kita sama-sama renungkan, mengetahui negeri kita yang teramat social ini, lalu apa? Pemahaman ini berkaitan dengan pemahaman tentang budaya masyarakat Indonesia yang kemudian akan mendasari perilaku-perilaku seperti misalnya perilaku berbelanja.

Saya kemudian tertarik untuk mengaitkan hal ini dengan salah satu teori budaya yang paling banyak digunakan, yaitu teori dimensi budaya dari Hofstede.

Indonesia Dalam Teori Dimensi Budaya Hofstede

Hofstede membuat index yang mengukur negara-negara dalam 5 dimensi budaya berikut ini, yaitu: Power Distance, Individualism vs Collectivism, Uncertainty Avoidance, Masculinity vs Femininity, dan Long Term Orientation.

Indonesia dalam index tersebut dapat dilihat pada link berikut ini. (http://geert-hofstede.com/indonesia.html). Berkaitan dengan artikel ini, saya hanya akan mengambil dua dimensi dari kelima dimensi tersebut, yaitu Power Distance dan Individualism vs Collectivism.

Skor Indonesia untuk Power Distance termasuk tinggi (78). Ini berarti masyarakat Indonesia cenderung tergantung pada hirarki, ada perbedaan hak yang besar antara penguasa dengan non penguasa, serta kontrol yang kuat pada pemimpin.

Masyarakat dengan tingkat Power Distance yang tinggi akan cenderung menjadi pencari opini (opinion seeker) dibanding masyarakat dari budaya dengan Power Distance yang rendah. (Kau & Jung, 2004)

Di sisi Individualism vs Collectivism, Indonesia, mempunyai skor yang rendah (14). Ini berarti, Indonesia adalah masyarakat yang sangat kolektif.

Budaya kolektif berarti cenderung lebih menyukai kerangka sosial yang kuat di mana individu diharapkan untuk mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat dan kelompok di mana dia berada.

Masyarakat dari budaya yang tinggi collectivism-nya akan cenderung lebih terpengaruh oleh orang lain (dalam hal ini, reference group, atau influencer). (Kau & Jung, 2004).

Saya mengambil kedua contoh ini untuk menunjukkan bahwa perilaku ‘social‘ itu memang sudah ada dari akar budayanya. Menilik dari index Hofstede, berarti Indonesia sebenarnya jauh lebih ‘social‘ dari negara-negara barat yang menjadi penemu social media.

Karena sudah ada dalam budaya Indonesia itu sendiri, maka kehadiran social media begitu cepat berkembang pesat di Indonesia. Hal ini lebih lanjut juga akan mempengaruhi perilaku lainnya, misalnya perilaku berbelanja.

Dalam berbelanja, apabila kita menilik dari teori budaya di atas, dapat diduga bahwa dalam berbelanja pun konsumen Indonesia akan cenderung mencari opini dan lebih terpengaruh oleh kelompok pemberi pengaruh, dibanding masyarakat dengan Individualisme yang tinggi seperti misalnya di negara-negara Barat.

Apabila kita renungkan hal ini lebih lanjut, maka perkawinan social media dengan belanja (salah satunya: social commerce) seharusnya akan menjadi lebih booming di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara Barat, yang menjadi penemu istilah itu.

Indonesia, tidak disangkal lagi, adalah negeri yang amat social. Kekuatan social media di Indonesia akan terus kita gali dan kita manfaatkan semaksimal mungkin untuk pengembangan perekonomian.

Sudahkah Anda misalnya, memaksimalkan penggunaan social media untuk meningkatkan penjualan? Sudahkah Anda memaksimalkan penggunaan social media untuk meningkatkan bisnis Anda? Mari kita renungkan bersama. Selamat Tahun Baru 2013.

 

Sumber: inet.detik.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Facebook Uji Coba Perubahan Tampilan

Sejak Facebook memperkenalkan tampilan Timeline-nya, sambutan pengguna cukup variatif. Banyak yang suka, ada yang merasa canggung, tetapi banyak juga yang biasa saja.

Rupanya, jejaring sosial yang didirikan oleh Mark Zuckerberg dkk itu tidak tinggal diam. Saat ini mereka dikabarkan sedang menjalankan uji coba perubahan tampilan Timeline.

Seperti dikabarkan InsideFacebook.com, tampilan baru ini mengubah format Timeline menjadi hanya satu kolom di kiri untuk semua posting. Adapun modul tambahan untuk aktivitas ditampilkan di sisi kanan.

Garis pembelah yang khas pada tampilan Timeline pun dihilangkan pada tampilan uji coba itu. Namun, penanda waktu masih bisa dilihat di sisi kanan atas.

Menurut InsideFacebook, perubahan ini akan menanggapi keluhan pengguna tentang tampilan saat ini yang memaksa pengguna untuk bolak-balik naik-turun halaman untuk membaca isi Timeline mereka.

Tampilan baru yang masih dalam tahap uji coba ini juga memperbesar kolom kiri untuk Post dan mempersempit kolom kanan yang berisi modul tambahan tadi. Di sisi kanan ini akan ditampilkan modul seperti “Recent Activity”, “Friends”, “Places”, dan aplikasi Open Graph lainnya.

Facebook dikatakan sudah memastikan bahwa ini adalah uji coba perubahan tampilan dari mereka. Namun tidak dinyatakan apakah tampilan ini nantinya akan diadopsi secara luas atau hanya sampai tahap uji coba.

 

Sumber: tekno.kompas.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Awas, Atasan Jadi Teman Facebook Bisa Bikin Stres

Memiliki teman dalam jumlah besar di Facebook berpotensi membuat pengguna lebih mudah stres. Kekhawatiran berlebih bisa muncul jika pengguna menjalin relasi di Facebook dengan keluarga dan rekan kerja, termasuk atasan.

Berdasarkan studi yang dilakukan Universitas Edinburgh terhadap 300 pengguna Facebook yang rata-rata berusia 21 tahun, ditemukan bahwa pengguna khawatir jika memiliki teman yang terlalu banyak di Facebook. Karena, tidak semua konten yang dibagi ke Facebook dapat diterima semua pihak.

Status berisi cacian, sumpah serapah, atau foto pengguna sedang merokok dan meminum alkohol, mungkin bisa diterima oleh teman yang sebaya. Tapi, bisa jadi hal ini tak bisa diterima oleh keluarga atau atasan mereka.

“Facebook digunakan seperti sebuah pesta besar untuk teman-teman, di mana Anda dapat berdansa, minum, dan menggoda,” kata Ben Marder, penulis laporan penelitian dari Universitas Edinburgh, Senin (26/11/2012).

“Tapi, dengan adanya Ayah-Ibu atau bos di sana, pesta menjadi suatu peristiwa yang membuat cemas, penuh ranjau darat sosial yang potensial. Jika Anda memiliki pasangan, orang tua, keluarga, dan rekan kerja, Anda akan semakin stres karena mereka semua memiliki harapan yang berbeda.”

Marder mengatakan, beberapa pengguna sampai menghapus foto di Facebook, bahkan mengatur perilaku nyata mereka, seperti menghindari merokok atau minum alkohol di depan kamera. Intinya, pengguna Facebook sangat mengontrol citranya di situs web jejaring sosial itu, karena Facebook diyakini sebagai media di mana semua orang dapat melihat perilaku seseorang.

Pengguna Facebook menambah hubungan pertemanan  dari beberapa lingkaran sosial yang berbeda. 97% pengguna Facebook berteman dengan temannya di dunia nyata, 81% berteman dengan keluarga, 80% dengan saudara, 69% dengan teman dari teman lainnya, dan 65% dengan rekan kerja.

Facebook memiliki pengaturan teknis yang memungkinkan seseorang mengatur publikasi konten agar bisa dilihat oleh diri sendiri, teman tertentu, atau publik secara luas. Namun, hanya sepertiga pengguna yang memanfaatkan fitur tersebut.

 

Sumber: tekno.kompas.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas

 

Iran Bikin Aplikasi Pengawas Jejaring Sosial

Pemerintah Iran sedang mengembangkan perangkat lunak (software) cerdas yang akan mengendalikan warganya dalam mengakses situs web jejaring sosial yang dilarang di negara itu. Belum diketahui nama resmi perangkat lunak tersebut.

“Perangkat lunak cerdas yang mengontrol penggunaan jejaring sosial ini akan menghindari warga dari kerugian, tetapi juga memungkinkan warga untuk mendapat keuntungan dari manfaat jejaring sosial,” kata Kepala Kepolisian Iran Esmaeil Ahmadi Moghadam, seperti dikuti dari AFP.

Menurutnya, keberadaan perangkat lunak pengontrol ini lebih baik ketimbang pemblokiran sepenuhnya untuk layanan jejaring sosial.

Seperti diketahui, pemerintah Iran memblokir situs jejaring sosial macam Facebook dan Twitter. Mereka menyebut konten di jejaring sosial tersebut “tidak pantas”.

Pada September 2012 lalu, Iran memblokir layanan mesin pencari Google dan situs berbagi video YouTube. Pemerintah lantas membuat situs sejenis YouTube, yang diberi nama Mehr. Dalam bahasa Persia, Mehr berarti “kasih sayang.” Situs ini punya misi mempromosikan budaya dan kesenian Islam. Pengguna dipersilakan mengunggah video untuk memperkaya konten di Mehr.

Sepanjang 2012, pemerintah Iran beberapa kali memotong akses ke internet global. Layanan surat elektronik (email) juga mulai dibatasi, seperti Yahoo, GMail, dan sebagainya. Warga dihimbau pakai layanan surat elektronik buatan lokal, Iran Mail.

Langkah pemerintah mengundang banyak protes warga yang tak ingin terisolasi dari internet global. Warga mengakali pemblokiran ini menggunakan perangkat lunak virtual private network (VPN). Hal ini membuat komputer warga Iran seakan berada di negara lain.

Kantor berita Reuters sempat mengabarkan pada September lalu, bahwa pemerintah juga sedang menyiapkan layanan intranet nasional, karena internet dianggap mengekspresikan pandangan antipemerintah. Tetapi, belum ada kejelasan apakah akses internet global akan terhenti sepenuhnya setelah internet dalam negeri Iran diluncurkan.

 

Sumber: tekno.kompas.com

 
Leave a comment

Posted by on January 17, 2013 in Tugas